Orkes Madun Cing Mong, hasrat tak sampai

Written By Unknown on Senin, 13 April 2015 | 17.18

Wayang golek menak Tegal dan wayang kulit Solo dalam pentas Teater Cing Cing Mong

Ada satu hal yang langsung membuat kita menemukan alam Arifin C. Noer, dramawan legendaris kita, tatkala sebuah lakonnya yang terkenal, Madekur dan Tarkeni (Orkes Madun I) diadaptasi oleh Teater Cing Cing Mong dalam bentuk teater boneka. Itu adalah suasana kawasan sekitar pesisir utara Jawa yang khas: riang, spontan.

Disutradarai Sri Waluyo dan Rifky Widodo, bentuk pertunjukkannya didasarkan pada wayang golek menak Tegal, namun dikembangkan dalam apa yang di seni rupa disebut media campuran.

Di sini selain wayang golek menak gaya Tegal, ada juga wayang kulit Solo, serta penari dan aktor.

Namun di luar alam budaya pesisir utara, satu-satunya ihwal Arifin C. Noer yang muncul di pertunjukan ini adalah nama tokohnya, Madekur dan Tarkeni. Lain dari itu, pertunjukan ini susah, atau bahkan mustahil, dikaitkan dengan lakon yang judul aslinya Orkes Madun I atawa Madekur dan Tarkeni.

Pentas Teater Boneka Cing Cing Mong dari Solo ini berlangsung Kamis-Jumat, 09-10 April 2015, di 
Galeri Salihara, membuka Helateater 2015: Persembahan untuk Arifin C. Noer.

madekur dan tarkeni
Ibu dan ayah Madekur berinterkasi dengan wayang-wayang golek menak sebagai khalayak

Madekur dan Tarkeni adalah salah satu lakon awal Arifin C. Noer, yang ditulisnya tahun 1972 --lebih dari 40 tahun lalu. Yang ternyata situasinya masih sangat kuat terasa hari-hari ini.

Syahdan Madekur dan Tarkeni meninggalkan kemiskinan desa mereka untuk mencari penghidupan lebih baik di ibu kota.

Namun sebagaimana jutaan orang lain, tahun 1972 iru maupun 2014 sekarang, di Jakarta mereka terpaksa mempertahankan hidup dengan menjadi pencopet (Madekur) dan pelacur jalanan (Tarkeni).

Singkat kata, Romeo dan Juliet kita ini dilanda cinta yang suci sejati, memutuskan untuk menikah. Dan kerumitan muncul, karena mereka masih membawa tradisi lama: membutuhkan restu orang tua, yang tentu langsung menentang.

Pernikahan terjadi juga, dengan penghormatan Madekur dan Tarkeni terhadap profesi masing-masing: Madekur sebagai pencopet dan Tarkeni sebagai pelacur.

Semuanya berlangsung baik-baik saja, sampai suatu hari, tatkala reputasi Tarkeni melangit dan kebanjiran pelanggan, Madekur mendapati pengguna jasa seks isterinya sampai mengantri hingga 15 orang dan dia sendiri, sebagai suami harus mengantri di urutan ke 16.

Teater Boneka Cing Cing Mong, dipimpin dalang Sri Waluyo, membuka Orkes Madun I dengan rombongan pemusik jalanan yang datang dari belakang penonton.

Para pemusik bergerak terus ke belakang panggung, meninggalkan dua aktor: Max Baehaqi dan Titus Ponco Anggoro.

Keduanya tampil sebagai narator, menggantikan, atau menyederhanakan adegan pertama naskah asli Orkes Madun I yang riuh rendah, dengan tokoh-tokoh dari berbagai alam: para badut, punakawan, Nabi, dan khalayak berbagai kalangan.

madekur dan tarkeni
Kisah cinta Tarkeni sang pelacur daengan Madekur dang pencopet berakhir tragis

Selanjutnya pertunjukkan bersilang-sengkarut antara golek menak Tegal, wayang kulit Solo, tarian, dan penampilan sejumlah aktor yang mengintervensi --atau berinteraksi dengan-- sosok-sosok wayang golek.

Wayang-wayang itu sendiri tampil tidak sepenuhnya dengan cara baku. Wayang kulit diproyeksikan di sejumlah layar --dimainkan oleh beberapa orang. Yang sesekali tampil ke hadapan penonton bersama wayang-wayangnya. Wayang goleknya juga menggunakan panggung yang berpindah-pindah.

Lakon-lakon Arifin C Noer sebagian besar --termasuk Madekur dan Tarkeni ini-- bagai sofistikasi terhadap teater-teater rakyat. Suasana dalam lakon-lakon Arifin C Noer sangat berwarna teater rakyat, namun mengalami pencanggihan dan perumitan, misalnya dalam alur cerita dan penokohan.

Sebaliknya, dalam panggung Teater Cing Cing Mong, lakon Madekur dan Tarkeni justru disimplifikasi: disederhanakan, atau malah dientengkan.

Dalam naskah aslinya, kedua orang tua Madekur dan Tarkeni mengucapkan dialog yang identik

Misalnya dalam penokohan, selain Madekur dan Tarkeni, tokoh-tokoh lain --yang disederhanakan-- muncul dalam sosok buta --raksasa: tokoh-tokoh buruk rupa, buruk raga buruk jiwa. Dengan begitu tokoh-tokoh itu dihitam-putihkan. Juga dalam dialog: yang dalam naskah Arifin cenderung filosofis, bercabang makna, dalam pertunjukkan ini jadi cenderung "lurus-lurus saja."

Kelompok ini diakui oleh Sri Waluyo, "hanya menggunakan Madekur dan Tarkeni dari segi plotnya saja. Lainnya kebanyakan improvisasi, disesuaikan dengan kebutuhan pertunjukkan wayang."

Terasa sekali, Waluyo mengarahkan pertunjukkan ini sebagai tontonan yang menghibur. Dialog-dialognya diarahkan untuk mencari respons penonton --lepas dari dialog-dialog asli naskah itu. Sementara dari segi visual, proyeksi wayang kulit pada sejumlah layar memunculkan efek-efek yang menarik.

Adapun penampilan utama, wayang golek, didominasi oleh para tokoh buta dengan efek-efek yang, sayangnya sudah tidak terasa baru. Buta yang kepalanya pecah memuntahkan otak --dari kacang sukro, atau yang setelah perkelahian memuntahkan mie instan, sudah muncul sejak awal tahun 1980an, terutama lewat dalang wayang golek Sunda, mendiang Asep Sunandar Sunarya.

Cing Cing Mong dikenal sebagai kelompok yang menampilkan wayang golek Tegal dengan berbagai teknik non tradisional. Tetapi untuk mementaskan lakon seperti Madekur dan Tarkeni, dengan segala kekayaannya, mereka perlu pertimbangan lebih matang serta berprakarsa lebih jauh ketimbang sekadar mengambil plot dasarnya belaka.

Dalang dan penggerak wayang lain, sesekali muncul ke hadapan penonton

Hingga April

Helateater merupakan festival teater tahunan di Komunitas Salihara, yang untuk tahun 2015 ini didedikasikan pada salah satu penulis lakon teater Indonesia terpenting, Arifin C. Noer (1941-1955).

Hingga akhir April nanti, sejumlah kelompok tampil membawakan tafsir atas naskah-naskah Arifin C. Noer dengan berbagai bentuk.

Berikut jadwal lengkapnya:

Madekur dan Tarkeni atawa Orkes Madun I Teater Boneka Cing Cing Mong (Solo) Sutradara/Dalang: Sri Waluyo Kamis-Jumat, 09-10 April 2015

Mega-Mega Prodi Teater IKJ, Jakarta Sutradara: Bejo Sulaktono Sabtu-Minggu, 11-12 April 2015

Kocak-kacik Bengkel Mime Theatre, Yogyakarta Sutradara: Ari Dwianto Kamis-Jumat, 16-17 April 2015

Lokakarya mime untuk umum, Rabu, 15 April 2015, 15:00 WIB.

Sumur Tanpa Dasar Teater Gardanalla (Yogyakarta) Sutradara: Joned Suryatmoko Sabtu-Minggu, 18-19 April 2015

Kapai-kapai atawa Gayuh

Kalanari Theatre Movement (Yogyakarta)

Sutradara: Ibed Surgana Yuga

Kamis-Jumat, 23-24 April 2015

Dramatic Reading Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes Madun I Kelas Akting Salihara 2015 Sutradara: Iswadi Pratama Sabtu, 25 April 2015

Diskusi

Teks dan Lakon Arifin C. Noer Pembicara: Sapardi Djoko Damono dan Yudi Ahmad Tajudin Sabtu, 18 April 2015


Anda sedang membaca artikel tentang

Orkes Madun Cing Mong, hasrat tak sampai

Dengan url

http://majalahviaonline.blogspot.com/2015/04/orkes-madun-cing-mong-hasrat-tak-sampai.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Orkes Madun Cing Mong, hasrat tak sampai

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Orkes Madun Cing Mong, hasrat tak sampai

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger