Sebuah penelitian menyimpulkan, tingkat kepercayaan diri anak perempuan lebih rendah dibanding anak laki-laki ketika mengejar pekerjaan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, walaupun nilai sekolah mereka bagus atau lebih baik dari anak laki-laki.
Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mempelajari mengapa keberhasilan akademis anak perempuan tidak menjelma menjadi keuntungan ekonomi dalam pekerjaan.
Ditemukan bahwa pilihan karier menjelaskan mengapa perempuan di negara-negara maju memiliki penghasilan rata-rata 15% lebih sedikit daripada pria.
Andreas Schleicher dari OECD menyerukan sejumlah sekolah untuk meningkatkan kepercayaan diri anak perempuan.
Penelitian yang menggunakan data dari tes internasional Pisa di lebih dari 60 negara pada tahun 2012, menanyakan mengapa keberhasilan anak perempuan dalam pendidikan tidak diikuti dengan keunggulan yang sama di bursa tenaga kerja.
Karir dan keengganan
Andreas Schleicher, direktur pendidikan OECD, berpendapat bahwa masalahnya bukan "tentang laki-laki dan perempuan melakukan pekerjaan yang sama untuk upah yang berbeda, tetapi tentang pria dan wanita mengejar karier yang berbeda".
Secara khusus, ia mengatakan perempuan masih "sangat kurang terwakili" dalam pekerjaan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, teknik dan matematika, yang dapat menjadi salah satu karier produktif tertinggi.
Dia mengatakan bahwa "perbedaan gender dalam kepercayaan diri" bisa menjadi persoalan kunci. Meskipun perempuan mungkin mencapai hasil akademik yang lebih baik, namun masih ada keengganan untuk melamar pekerjaan-pekerjaan tertentu.
Hasil penelitian juga menemukan bahwa orang tua mungkin lebih mungkin mendesak anak laki-laki untuk berkarier di bidang sains dan teknologi.
Kesenjangan budaya
Dalam tes Pisa yang dilakukan di Inggris, anak-anak perempuan mendapat nilai sangat buruk dalam bidang sains dibanding anak laki-laki, dengan kesenjangan yang jauh lebih besar daripada kebanyakan negara-negara lainnya.
Tapi Michael Reiss, profesor ilmu pendidikan di UCL Institute of Education, mengatakan: "Ini tidak ada hubungannya dengan genetik, ini lebih kepada permasalahan budaya."
Dan dalam hasil GCSE musim panas lalu, anak-anak perempuan mengungguli anak laki-laki dengan nilai A* hingga C dalam sains.
Penelitian, The ABC of Gender Equality in Education: Aptitude, Behaviour and Confidence, menunjukkan makin rumitnya gambaran gender, nilai di sekolah dan jalur karier.
Ada kecenderungan internasional jangka panjang mengenai anak perempuan yang mendapatkan hasil lebih baik di sekolah, dan perempuan-perempuan muda yang lebih mungkin melanjutkan pendidikan ke universitas dibandingkan laki-laki muda.
Prestasi rendah
Di bawah tren luas ini ada pola kontras lainnya.
Anak laki-laki lebih mungkin buruk prestasinya dalam mata pelajaran matematika, membaca, dan anak-anak lelaki kurang berprestasi ini lebih mungkin untuk keluar dari sekolah dan menjadi lelaki yang tak memiliki kemampuan apa pun.
Anak laki-laki cenderung lebih banyak menghabiskan waktu bermain videogame dibandingkan anak perempuan dan kecil kemungkinannya meluangkan waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah.
Tapi anak laki-laki juga umumnya cenderung menonjol di kalangan yang berprestasi dalam pelajaran matematika dan sains.
Dan anak-anak perempuan yang menandingi anak-anak lelaki dalam bidang-bidang pelajaran ini tetap saja cenderung enggan untuk melanjutkan keahlian di bidang matematika dan sains atau memilih karier di bidang itu.
Di negara-negara maju, OECD, di kalangan para siswa dengan kemampuan yang setara, anak laki-laki empat kali lebih mungkin untuk mempertimbangkan karier sebagai ahli komputer atau insinyur atau ahli bidang teknologi.
Anda sedang membaca artikel tentang
Perempuan 'kurang terwakili' dalam bidang ilmu pengetahuan
Dengan url
http://majalahviaonline.blogspot.com/2015/03/perempuan-kurang-terwakili-dalam-bidang.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Perempuan 'kurang terwakili' dalam bidang ilmu pengetahuan
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Perempuan 'kurang terwakili' dalam bidang ilmu pengetahuan
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar