Kenaikan UMR tak pasti, industri sepatu terpukul

Written By Unknown on Senin, 09 Maret 2015 | 17.18

Pabrik Sepatu
Pabrik sepatu di Jawa Timur mengalami penurunan permintaan sampai 50 persen.

Indonesia merupakan salah satu produsen sepatu terbesar di dunia. Tetapi pengusaha menyatakan jumlah produksi terus menurun seiring dengan berkurangnya permintaan ekspor.

Puluhan buruh di salah satu pabrik di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, tengah mengerjakan produk sepatu anak. Sebagian tampak memotong kulit, menjahit dan juga mengelem produk alas kaki.

Di meja lain, beberapa orang mengemas sepatu ke dalam kotak. Tidak jauh dari situ puluhan mesin jahit ditutup dengan kulit sintetis berwarna coklat. Mesin-mesin itu sudah beberapa waktu lalu menganggur.

Pabrik ini sebenarnya memiliki 350 buruh. Tetapi karena permintaan produk untuk ekspor menurun pada awal tahun ini, hanya segelintir yang bekerja.

"Sekarang kami hanya mempekerjakan kurang dari 100 orang. Kami juga mulai menggunakan mesin untuk mengurangi jumlah buruh. Satu mesin bisa menggantikan tiga orang buruh, jadi arahnya ke sana untuk efisiensi," jelas Direktur PT Gradial Perdana Perkasa, Agustinus Susanto.

Pengusaha lain, Hengky Soesanto, mengatakan upah minimum yang naik sampai 60% selama tiga tahun terakhir membebani perusahaan.

"Kepada pemerintah secara khusus, kenaikan upah setiap tahun itu 10%. Jangan 20%-30%, itu sangat memberatkan. Tahun ini kami akan terus coba tetapi jika tidak ada perubahan kami tampaknya akan menutup usaha kami," jelas Hengky.

Hengky Soesanto
Hengky Soesanto mengatakan kebijakan UMR dan impor mempengaruhi kenaikan harga produk

Hengky memiliki karyawan lebih dari 2.200 orang. Mereka terancam kena pemutusan hubungan kerja (PHK) jika kondisi tidak berubah.

Besaran kenaikan upah minimum di Indonesia tidak dapat diprediksi karena ditentukan berdasarkan perundingan yang dilakukan oleh perwakilan buruh, pengusaha dan pemerintah daerah setiap tahunnya.

Kondisi ini mengakibatkan produksi sepatu beralih ke negara lain seperti Vietnam, Kamboja, Myanmar, India, dan Cina. Padahal, Indonesia pernah mampu memenuhi sekitar 3% kebutuhan pasar dunia.

Pabrik sepatu
Salah stau Pabrik sepatu di Kabupaten Pasuruan Jawa Timur, merumahkan leih dari separuh pegawainya.

Kenaikan upah yang tidak pasti tersebut, menurut Hengky, menyebabkan pengusaha sulit untuk menentukan harga. Selain upah minimum, kebijakan impor pemerintah juga cukup membebani pengusaha.

"Jika dibandingkan dengan Vietnam, biaya impor mereka itu 0%. Mereka diberikan banyak kemudahan oleh pemerintahnya. Kita bahan baku untuk sepatu masih harus ada yang impor, itu yang memberatkan," jelas Hengky.

Menurut Agustinus, kenaikan upah dan kebijakan impor berimbas pada peningkatan harga produk. Konsekuensinya, penjualan menurun sejak tiga tahun lalu.

"Sebagian dari mereka sudah mengurangi order dan dipindahkan ke Vietnam dan Kamboja, tetapi karena kita mengerjakan sepatu kulit dan fashion kebanyakan pindah ke Vietnam, ada juga yang ke India. Total sales itu berkurang sekitar US$500 ribu sampai US$700 ribu. Order turun hampir 50%. Seperti sekarang ini kita bisa terima order sekitar 100 ribu. Namun, hari ini baru terima 40-48 ribu, jadi sekitar 50% dari tahun lalu", jelas Agustinus.

Pabrik sepatu
Industri padat karya seperti sepatu diharapkan dapat membuka lapangan kerja

Pemerintah menyatakan tengah mengkaji sejumlah aturan yang dapat mendukung industri padat karya seperti alas kaki, garmen dan furnitur sebagai upaya untuk membuka lapangan pekerjaan yang ditargetkan 2 juta per tahun, dari sebelumnya 350 ribu orang.

Badan Koordinasi Pelaksanaan Penanamam Modal (BKPM) dan Kementerian Perindustrian tengah membahas percepatan pemberian insentif pajak untuk pengusaha industri padat karya, salah satunya sepatu. Kementerian Tenaga Kerja pun turut membentuk tim khusus untuk menyusun sistem pengupahan.

"Formulanya yang kita pakai lima tahun. Setelah lima tahun kita lihat lagi apakah masih valid. Tetapi upahnya itu tiap tahun naik, jadi tinggal dimasukkan saja berapa inflasinya, berapa economic growthnya, sambil kita memikirkan bagaimana meningkatkan kesejahteraan buruh di luar upah, seperti perumahan, kesehatan dan pendidikan."

Selain memberikan insentif, Azhar menyatakan industri alas kaki Indonesia lebih unggul dibandingkan negara-negara lain. Karena itu, produsen asal Indonesia harus dapat merebut peluang pasar agar dapat meningkatkan daya saing dengan negara-negara anggota ASEAN, India dan Cina.


Anda sedang membaca artikel tentang

Kenaikan UMR tak pasti, industri sepatu terpukul

Dengan url

http://majalahviaonline.blogspot.com/2015/03/kenaikan-umr-tak-pasti-industri-sepatu.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Kenaikan UMR tak pasti, industri sepatu terpukul

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Kenaikan UMR tak pasti, industri sepatu terpukul

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger