Gamelan kampus yang berawal dari 'keprihatinan'

Written By Unknown on Jumat, 06 Februari 2015 | 17.18

Tidak diperlukan keahlian musik khusus untuk belajar gamelan

Alunan suara gamelan sayup-sayup terdengar di lorong kampus Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat, saat saya memasuki area fakultas yang hijau dan luas.

Janji hari itu adalah bertemu dengan Anissa Amalia, Ketua Komunitas Gamelan Sekar Widya Makara UI dan sekaligus menyaksikan mereka latihan.

Dan Anissa yang siang itu ditemani guru gamelan Donny Satrio Wibowo, alumni Sastra Jawa dari fakultas yang dulu dikenal sebagai Fakultas Sastra.

Donny mengatakan awal terbentuknya komunitas tersebut karena keprihatinan akan sedikitnya peminat kesenian ini. Ia khawatir jika tidak ada inisiatif individual untuk melestarikan gamelan, bukan tidak mungkin apresiasi akan seni adiluhung ini akan terkikis.

"Gamelan adalah bagian dari budaya bangsa dan tidak hanya Jawa, karena gamelan itu luas, ada dari Sunda dan Bali tapi khusus untuk gamelan Jawa saya berharap bisa ada wadah silaturahmi," kata Donny.

Pelatih Donny Satrio Wibowo prihatin dengan kurangnya kesadaran untuk melestarikan budaya gamelan di dalam negeri

Perangkat gamelan sudah dimiliki oleh kampus UI sejak sedikitnya dua dekade tapi kegiatan latihan tidak rutin, berbeda dengan kegiatan seni lain seperti paduan suara atau marching band yang lebih serius digarap.

Namun sejak 2013, mahasiswa-mahasiswa yang peduli dengan pimpinan Anissa dan juga Donny mulai membenahi kegiatan ini dan pelan-pelan sebuah rutinitas pun terbentuk. Mereka latihan setiap hari Sabtu dan aktif tampil, baik di kampus mau pun di luar kampus.

Membawa budaya yang usianya sudah berabad-abad ke kalangan anak muda, bukan soal mudah. Apalagi menjaring peminat, kata Annisa Amalia.

"Total anggota mencapai 40-an mulai dari alumni, mahasiswa S2, S3 sampai dosen ada tapi yang aktif ada 20-an."

Siapa saja bisa mengikuti kegiatan ini selama memiliki minat dan disiplin

Untuk bergabung dengan kelompok gamelan ini, tidak perlu keahlian musik khusus karena yang lebih utama adalah niat, minat, dan disiplin latihan.

"Ada yang memang sudah bermain gamelan di SMA, ada yang benar-benar masih baru dan tantangannya adalah bagaimana menyatukan kedua latar belakang ini, sehingga yang sudah bisa tidak jenuh mengikuti ritme teman-temannya yang baru dan sebaliknya, yang baru jangan sampai minder dengan yang sudah bisa," kata Donny.

Sementara itu baik yang sudah mahir mau pun masih pemula latihan di sesi yang sama.#]

Walau ada keterbatasan waktu, para mahasiswa tetap bersemangat melestarikan dan memperkenalkan gamelan ke kalangan yang seluas mungkin.

Pasalnya, menurut Donny, kesadaran akan budaya gamelan di Indonesia belum cukup.

"Kalau kita ngamen ke luar negeri itu bangga sekaligus prihatin karena sampai ke kota kecil di Eropa ada gamelan, bahkan tidak melulu dimiliki insitutusi, bahkan gedung kesenian kecil di kota kecil juga ada dan pelatihnya juga warga negara sana."

"Dulu mereka belajar gamelan di sini, terus pulang minta uang dari institusinya dan pulang bawa gamelan, jadi di luar sana ada banyak sanggar gamelan. Coba dibandingkan dengan di sini," tambahnya.


Anda sedang membaca artikel tentang

Gamelan kampus yang berawal dari 'keprihatinan'

Dengan url

http://majalahviaonline.blogspot.com/2015/02/gamelan-kampus-yang-berawal-dari.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Gamelan kampus yang berawal dari 'keprihatinan'

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Gamelan kampus yang berawal dari 'keprihatinan'

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger