Walau harga bahan bakunya amat tinggi, bisnis jaket dan tas kulit menghasilkan keuntungan yang menggiurkan.
Dua penjahit duduk berhadapan di sebuah ruangan berukuran 3x3 meter. Mereka tampak tekun mengerjakan belasan rompi berwarna hitam dari kulit domba.
Dalam waktu beberapa hari, rompi-rompi itu harus sudah jadi dan dikirim ke sebuah kelompok penggemar motor besar. Setelah itu, pesanan jaket selanjutnya telah menunggu untuk digarap.
Begitulah keseharian para pegawai di toko jaket kulit milik Bob Souvvan di bilangan Cirendeu, Tangerang Selatan.
Ketika ditemui di tokonya, Bob mengaku bisnisnya memang berjalan pesat. Pesanan jaket kulit dari sejumlah BUMN dan individu mengalir deras. Omzetnya pun bisa mencapai ratusan juta rupiah.
"Rata-rata omzet saya Rp250 juta per bulan. Pada Desember 2014 lalu, karena pesanan tumplek blek, omzet saya mencapai Rp1,5 miliar," kata Bob kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.
Kiprah Bob berawal dari modal Rp25 juta pada 2007. Uang itu berasal dari hasil pinjaman karena gajinya sebagai supir saat itu hanya Rp800.000.
Oleh Bob, modal Rp25 juta tidak semua dihabiskan untuk investasi bisnis.
"Waktu itu sebagian besar dana habis untuk kontrakan di kawasan Jatiwaringin, sebesar Rp13 juta. Sisanya, Rp12 juta untuk membeli jaket. Untuk jaket kulit, uang senilai itu sangat sedikit sekali. Namun, karena modal kepercayaan, teman-teman di Garut membolehkan barang-barangnya dibawa dulu dengan memberikan syarat pembayaran tiga bulan ke depan," kata Bob.
Domba Garut
Dalam menciptakan produk-produknya, Bob senantiasa mengutamakan bahan baku dari tanah kelahirannya, Garut.
Menurutnya, kulit domba Garut amat berkualitas. Produk jadinya pun tidak kalah dengan produk luar negeri.
"Kalau bicara jaket kulit, bahan baku kulit domba Garut sangat prima. Dan penjahit Indonesia umumnya punya kemampuan yang saya pikir bisa menandingi penjahit negara-negara penghasil jaket terbaik," ujar Bob.
Dibandingkan jaket kulit dari Turki, misalnya, menurutnya kualitas jaket kulit asal Indonesia sangat bersaing.
Tren mode
Keunggulan kualitas kerajinan kulit Indonesia diamini oleh Ardi Lada.
Ardi merupakan penerus bisnis tas kulit merk Wrekso di Jogjakarta. Produk-produknya banyak diekspor ke luar negeri, dan diincar oleh turis asing. Kiat bisnis Ardi adalah justru tidak mencoba mengikuti tren mode.
"Tas-tas yang kami buat kan modenya tidak biasa. Namun, tas-tas itu laku dibeli turis-turis yang berkunjung ke toko kami di Jalan Sosrowijayan, Yogyakarta. Setiap turis, entah itu dari Jepang, Eropa, dan Indonesia, punya selera tertentu. Jadi, menurut saya, setiap tas yang kami produksi ada jodohnya," kata Ardi.
Kekhasan produk tas kulit Wrekso diakui Ardi memikat konsumen. Namun, untuk mempertahankan konsistensi kualitas menjadi tantangan tersendiri.
"Saya memakai kulit hasil usaha kecil dan menengah, bukan hasil pabrik. Kalau hasil pabrik, hari ini kita memesan kulit dengan kualitas tertentu, besok kita pesan kualitasnya sama. Sedangkan kalau kulit hasil UKM, hari ini saya pesan kulit cokelat, besok saya pesan kulit seperti itu cokelatnya belum tentu sama," kata Ardi.
Solusinya, menurutnya, ialah telaten melakukan supervisi mengingat bisnisnya berpusat pada kerajinan tangan, bukan produksi massal.
Ketelatenan itu kini berbuah manis. Ardi mengaku tas Wrekso yang mulai ditanganinya sejak 2012 itu telah menghasilkan omzet Rp40 juta hingga Rp80 juta setiap bulan.
Anda sedang membaca artikel tentang
Bisnis jaket dan tas kulit nan menggiurkan
Dengan url
http://majalahviaonline.blogspot.com/2015/02/bisnis-jaket-dan-tas-kulit-nan.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Bisnis jaket dan tas kulit nan menggiurkan
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Bisnis jaket dan tas kulit nan menggiurkan
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar